Mustika Panca Soka (E-8)
Berani memiliki Mustika Pancasona ? kita bacadulu sejarahnya di bawah ini agar jelas....
Ajian ilmu kebal Pancasona merupakan saloah satu ilmu ghaib yang tergolong dalam ilmu hitam yang banyak dimiliki oleh jawara-jawara di tanah Jawa pada masa silam. Ajian ini mereka gunakan untuk membuat diri mereka kekal sampai di harikiamat. Hal ini mereka lakukan karena pada masa silam, dimana masa penjajahan dan jaman kerajaan merupakan masa-masa perang. Dalam peperangan orang-orang jaman dahulu tentunya tidak ingin mati begoitu saja di tangan musuh, sehingga terciptalah jurus Rawa Rontek atau ajian pancasona ini agar mereka dapat bertahan hidup. Tubuh yang terluka dapat kembali pulih hanya dengan ajian ini, bahkan tubuh yang terputus sekalipun dapat tersambung lagi.
Bahkan beberapa arsip Bangsa Belanda yang pernah menjajah Indonesia juga ada yang menerangkan tentang kehebatan ajian pancasona ini. Tentara-tentara Belanda banyak yang mengaku kuwalahan saat berhadapan dengan enenk moyang kita yang memiliki ajian sakti ini. Tak hanya kulit mereka yang tak dapat ditembus oleh peluru, namun tulang mereka pun sekeras baja. Jawara-jawara ini sulit dikalahkan, kecuali dengan politik pecah belah atau devide et impera yang dibangun olehb Belanda waktu itu.
Jika dihubungkan dengan kondisi sekarang, tentu hampir mustahil ajian pancasona ini dimiliki oleh seseorang, namun meski begitu tak sedikit pula orang yang saat ini amsih menekuni keilmuwan kebal yang satu ini. Orang-orang modern seperti sekarang menganggap bahwa ajian pancasona tidak lebih dari sekedar dongeng atau omong kosong belaka. Banyak yang tidak percaya dengan ajian ilmu kebal pancasona yang menurut seorang ahli metafisika dan Guru Paranormal, Kang Masrukhan adalah ajian yang benar-benar nyata ini. Menurut beliau, ilmu ini memang hampir punah karena orang sekarang tentu tidak kuat melakukan tirakatnya.
Jika dihubungkan dengan kondisi sekarang, tentu hampir mustahil ajian pancasona ini dimiliki oleh seseorang, namun meski begitu tak sedikit pula orang yang saat ini amsih menekuni keilmuwan kebal yang satu ini. Orang-orang modern seperti sekarang menganggap bahwa ajian pancasona tidak lebih dari sekedar dongeng atau omong kosong belaka. Banyak yang tidak percaya dengan ajian ilmu kebal pancasona yang menurut seorang ahli metafisika dan Guru Paranormal, Kang Masrukhan adalah ajian yang benar-benar nyata ini. Menurut beliau, ilmu ini memang hampir punah karena orang sekarang tentu tidak kuat melakukan tirakatnya.
Selain karena jarang diturunkan, ajian pancasona juga memiliki efek yang cukup mengerikan karena pemilik ajian ini tidak akan bisa mati, jasadnya juga tak bisa diterima bumi. Orang-orang dengan ajian pancasona akan berubah menjadi jenglot. Tubuhnya mengecil, mengecil, dan terus mengecil, sedang rambut, gigi, dan kukunya terus tumbuh.
mantra untuk mendapatkan Ajian Pancasona atau Rawa Rontek akandiberika pada yang serius meminangnya .
mantra untuk mendapatkan Ajian Pancasona atau Rawa Rontek akandiberika pada yang serius meminangnya .
Kisah Ratu Pantai Selatan, Bandung Bondowoso, Sangkuriang, Damar Wulan dan Minak Jinggo, adalah beberapa diantaranya. Sejatinya, para pujangga menulis kehebatan tokoh-tokoh tersebut sebagai gambaran akan kemampuan mereka, karena saat itu kekuatan fisik lebih diutamakan. Karenanya, hal-hal gaib lebih ditonjolkan ketimbang sisi intelektualitas.
Salah satu legenda yang paling populer di tanah Jawa adalah adanya beberapa tokoh pendekar yang sangat sakti dan kebal senjata karena memiliki ajian Rawa Rontek atau Pancasona?
Ya, Rawa Rontek atau Pancasona begitu dikenal oleh sebagian masyarakat di pulau Jawa. Siapa yang memilki ajian ini, dia akan kebal senjata, dan meski anggota badannya terputus tetapi akan segera menyambung kembali jika menyentuh tanah.
Selain itu, siapapun yang memilki Rawarontek atau Pancasona, maka ia akan hidup kekal dan tak bisa mati hingga hari kiamat tiba. Sepintas, ajian ini memiliki kesamaan dengan kisah Vlad Draquila yang bersekutu dengan Lucifer untuk mendapatkan kekekalan.
Lucifer (Raja Iblis) lantas memberi kekuatan seitan kepada Vlad Draquila agar sakti mandraguna. Namun sebagai konsekuensinya Draquila juga harus menjadi pengikut Lucifer dan kekal di neraka. Kisah ini ditulis oleh Bram Stoker pada tahun 1897, dalam sebuah novel berjudul Dracula (ejaan Inggris).
Salah satu legenda yang paling populer di tanah Jawa adalah adanya beberapa tokoh pendekar yang sangat sakti dan kebal senjata karena memiliki ajian Rawa Rontek atau Pancasona?
Ya, Rawa Rontek atau Pancasona begitu dikenal oleh sebagian masyarakat di pulau Jawa. Siapa yang memilki ajian ini, dia akan kebal senjata, dan meski anggota badannya terputus tetapi akan segera menyambung kembali jika menyentuh tanah.
Selain itu, siapapun yang memilki Rawarontek atau Pancasona, maka ia akan hidup kekal dan tak bisa mati hingga hari kiamat tiba. Sepintas, ajian ini memiliki kesamaan dengan kisah Vlad Draquila yang bersekutu dengan Lucifer untuk mendapatkan kekekalan.
Lucifer (Raja Iblis) lantas memberi kekuatan seitan kepada Vlad Draquila agar sakti mandraguna. Namun sebagai konsekuensinya Draquila juga harus menjadi pengikut Lucifer dan kekal di neraka. Kisah ini ditulis oleh Bram Stoker pada tahun 1897, dalam sebuah novel berjudul Dracula (ejaan Inggris).
Beratus-ratus tahun yang silam, ajian Rawa Rontek juga konon banyak
dikuasai oleh orang Jawa. Leluhur masyarakat Jawa berusaha untuk
menguasai ilmu tersebut karena saat itu segala persoalan harus
diselesaikan dengan beradu fisik.
Tak sedikit dari mereka yang lantas mencoba dan akhirnya berhasil menguasai ilmu ini. Selain Rawa Rontek, ajian ini juga sering disebut Pancasona. Beberapa tokoh menyebutkan, Pancasona adalah Rawarontek yang sudah diputihkan dan harus melalui ritual yang lebih berat.
Tak sedikit dari mereka yang lantas mencoba dan akhirnya berhasil menguasai ilmu ini. Selain Rawa Rontek, ajian ini juga sering disebut Pancasona. Beberapa tokoh menyebutkan, Pancasona adalah Rawarontek yang sudah diputihkan dan harus melalui ritual yang lebih berat.
Tak hanya di zaman kerajaan sejak sebelum abad 15. Pada sekitar abad 17,
cukup banyak pula cerita rakyat mengenai ilmu Pancasona atau Rawa
Rontek tersebut.
Bahkan konon, ada arsip kuno Belanda yang menyebutkan, banyak pejuang tanah Jawa yang tak mati mesti tertembak, yang menurut sebagian orang diduga menguasai ilmu atau ajian ini.
Karena merasa kewalahan dan tak sanggup menghadapi kesaktian beberaoa tokoh pejuang, Belanda lantas menerapkan politik divide et impera atau siasat adu domba diantara sesama pendekar dan jawara tanah Jawa. Tokoh pejuang yang sakti, maka harus dilawan oleh pendekar sakti yang mau menerima bayaran dari kompeni.
Menurut berbagai catatan dan legenda yang masih berkembang di tengah masyarakat Jawa, salah satu tokoh yang menguasai Rawarontek atau Pancasona salah satunya adalah Raden Djojodigdo, seorang pengikut setia Pangeran Diponegoro.
Djojodigdo yang masih memiliki darah Trah Mataram ini adalah putera Adipati Kulonprogo yang ikut serta dan menjadi pemimpin laskar Diponegoro dalam Perang Jawa II 1825-1830.
Djojodigdo sangat disegani dan ditakuti oleh kompeni Belanda karena konon kesaktiannya yang luar biasa. Meski telah berkali-kali tertangkap dan dieksekusi mati, namun tak lama kemudian Djojodigdo muncul dan hidup kembali.
Bahkan setelah Pangeran Diponegoro tertangkap, Djojodigdo tetap memimpin pasukannya melakukan perlawanan terhadap kompeni dengan cara bergerilya.
Karena Yogyakarta dan sekitarnya merupakan garnisun atau basis kekuatan Belanda di Jawa Tengah (bagian selatan), maka Djojodigdo memutuskan untuk menuju arah timur ke daerah Blitar agar perjuangan pasukannya tidak terlalu berat.
Di sepanjang perjalanan antara Yogya dan Blitar, laskar Diponegoro pimpinan Djojodigdi ini banyak merebut pos Belanda. Belanda pun kewalahan dan akhirnya membiarkan daerah Blitar tanpa pengawasan yang ketat.
Adipati Blitar yang merasa heran karena kompeni banyak menarik pasukannya dari daerahnya lantas mencari tahu dengan mengirim telik sandi. Setelah mengetahui kekuatan kompeni banyak berkurang karena mendapat serangan laskar Djojodigdo,
Adipati lantas mengundang Djojodigdo untuk turut bergabung di Kadipaten, namun Djojodigdo menolak karena masih sibuk melatih pasukannya untuk terus bergerilya dan melakukan serangan ke pos-pos pertahanan kompeni Belanda.
Dua tahun kemudian, Adipati kembali mengirim utusan dan bersikeras meminta Djojodigdo bergabung dan mengisi posisi Patih Kadipaten karena kebetulan patih sebelumnya baru saja meninggal dunia.
Raden Djojodigdo akhirnya menerima tawaran tersebut dan menjadi Patih Kadipaten Blitar sambil terus melakukan perlawanan pada kompeni Belanda.
Karena jasa-jasanya melepaskan Blitar dari cengekeraman kompeni, Patih Djojodigdo lantas dianugerahi tanah luas yang kini berlokasi di Jalan Melati kota Blitar. Di atas tanah tersebut, ia kemudian mendirikan rumah keluarga yang besar dan diberi nama Pesanggarahan Djojodigdo, yang masih tetap berdiri kokoh hingga saat ini.
Djojodigdo sendiri diyakini meninggal pada tahun 1905 atau 20 tahun setelah Pangeran Diponegoro meninggal di pengasingan. Karena diyakini memiliki ajian Rawarontek atau Pancasona, makam Djojodigdo dibangun tak menyentuh tanah agar tak hidup kembali.
Raden Djojodigdo dimakamkan dalam sebuah peti besi yang disangga empat tiang besi hingga dikenal sebagai Makam Gantung Eyang Djojodigdo.
Makam Gantung Eyang Djojodigdo yang berlokasi di Jalan Melati Kota Blitar atau berjarak sekitar 1 km dari makam Bung Karno ini banyak diziarahi oleh masyarakat dan juga para spiritualis.
Konon menurut banyak praktisi alam gaib, makam gantung ini dijaga oleh dua mahluk tak kasat mata berbentuk ular raksasa dan macan loreng sebesar anak sapi.
Bahkan konon, ada arsip kuno Belanda yang menyebutkan, banyak pejuang tanah Jawa yang tak mati mesti tertembak, yang menurut sebagian orang diduga menguasai ilmu atau ajian ini.
Karena merasa kewalahan dan tak sanggup menghadapi kesaktian beberaoa tokoh pejuang, Belanda lantas menerapkan politik divide et impera atau siasat adu domba diantara sesama pendekar dan jawara tanah Jawa. Tokoh pejuang yang sakti, maka harus dilawan oleh pendekar sakti yang mau menerima bayaran dari kompeni.
Menurut berbagai catatan dan legenda yang masih berkembang di tengah masyarakat Jawa, salah satu tokoh yang menguasai Rawarontek atau Pancasona salah satunya adalah Raden Djojodigdo, seorang pengikut setia Pangeran Diponegoro.
Djojodigdo yang masih memiliki darah Trah Mataram ini adalah putera Adipati Kulonprogo yang ikut serta dan menjadi pemimpin laskar Diponegoro dalam Perang Jawa II 1825-1830.
Djojodigdo sangat disegani dan ditakuti oleh kompeni Belanda karena konon kesaktiannya yang luar biasa. Meski telah berkali-kali tertangkap dan dieksekusi mati, namun tak lama kemudian Djojodigdo muncul dan hidup kembali.
Bahkan setelah Pangeran Diponegoro tertangkap, Djojodigdo tetap memimpin pasukannya melakukan perlawanan terhadap kompeni dengan cara bergerilya.
Karena Yogyakarta dan sekitarnya merupakan garnisun atau basis kekuatan Belanda di Jawa Tengah (bagian selatan), maka Djojodigdo memutuskan untuk menuju arah timur ke daerah Blitar agar perjuangan pasukannya tidak terlalu berat.
Di sepanjang perjalanan antara Yogya dan Blitar, laskar Diponegoro pimpinan Djojodigdi ini banyak merebut pos Belanda. Belanda pun kewalahan dan akhirnya membiarkan daerah Blitar tanpa pengawasan yang ketat.
Adipati Blitar yang merasa heran karena kompeni banyak menarik pasukannya dari daerahnya lantas mencari tahu dengan mengirim telik sandi. Setelah mengetahui kekuatan kompeni banyak berkurang karena mendapat serangan laskar Djojodigdo,
Adipati lantas mengundang Djojodigdo untuk turut bergabung di Kadipaten, namun Djojodigdo menolak karena masih sibuk melatih pasukannya untuk terus bergerilya dan melakukan serangan ke pos-pos pertahanan kompeni Belanda.
Dua tahun kemudian, Adipati kembali mengirim utusan dan bersikeras meminta Djojodigdo bergabung dan mengisi posisi Patih Kadipaten karena kebetulan patih sebelumnya baru saja meninggal dunia.
Raden Djojodigdo akhirnya menerima tawaran tersebut dan menjadi Patih Kadipaten Blitar sambil terus melakukan perlawanan pada kompeni Belanda.
Karena jasa-jasanya melepaskan Blitar dari cengekeraman kompeni, Patih Djojodigdo lantas dianugerahi tanah luas yang kini berlokasi di Jalan Melati kota Blitar. Di atas tanah tersebut, ia kemudian mendirikan rumah keluarga yang besar dan diberi nama Pesanggarahan Djojodigdo, yang masih tetap berdiri kokoh hingga saat ini.
Djojodigdo sendiri diyakini meninggal pada tahun 1905 atau 20 tahun setelah Pangeran Diponegoro meninggal di pengasingan. Karena diyakini memiliki ajian Rawarontek atau Pancasona, makam Djojodigdo dibangun tak menyentuh tanah agar tak hidup kembali.
Raden Djojodigdo dimakamkan dalam sebuah peti besi yang disangga empat tiang besi hingga dikenal sebagai Makam Gantung Eyang Djojodigdo.
Makam Gantung Eyang Djojodigdo yang berlokasi di Jalan Melati Kota Blitar atau berjarak sekitar 1 km dari makam Bung Karno ini banyak diziarahi oleh masyarakat dan juga para spiritualis.
Konon menurut banyak praktisi alam gaib, makam gantung ini dijaga oleh dua mahluk tak kasat mata berbentuk ular raksasa dan macan loreng sebesar anak sapi.
Dalam dunia pewayangan Jawa, ajian Rawa Rontek atau Pancasona hanya
dimiliki oleh beberapa tokoh saja salah satunya adalah Rahwana atau
Dasamuka dari kerajaan Alengka. Karena memiliki ajian Pancasona,
Dasamuka sangat sulit dikalahkan dan hanya bisa dikalahkan oleh Hanoman
yang merupakan putera dari Batara Guru.
Meski bisa dikalahkan, Dasamuka sendiri tak bisa mati begitu saja saking dahsyatnya ajian Pancasona tersebut. Karenanya, Dasamuka lalu diasingkan dan 'dipenjara' dengan cara diapit atau digencet di Gunung Sondara dan Sondari.
Namun demikian, roh Dasamuka kerap turun ke dunia marcapada dan merasuki tokoh-tokoh jahat untuk membuat kekacauan. Saat itulah Hanoman juga akan turun dan mencari Dasamuka dan membawanya kembali ke Gunung Sondara dan Sondari.
Banyak yang meyakini riwayat Rahwana dan ajian Rawa Rontek atau Pancasona ini adalah cerita rekaan pewayangan hasil gubahan Sunan Kalijaga.
Ajian Rawa Rontek dan Pancasona adalah sebagai gambaran dahsyatnya kekuatan jahat dalam diri Rahwana, namun akhirnya tetap kalah oleh kebenaran yang digambarkan pada sosok Sri Rama dan Hanoman.
Meski bisa dikalahkan, Dasamuka sendiri tak bisa mati begitu saja saking dahsyatnya ajian Pancasona tersebut. Karenanya, Dasamuka lalu diasingkan dan 'dipenjara' dengan cara diapit atau digencet di Gunung Sondara dan Sondari.
Namun demikian, roh Dasamuka kerap turun ke dunia marcapada dan merasuki tokoh-tokoh jahat untuk membuat kekacauan. Saat itulah Hanoman juga akan turun dan mencari Dasamuka dan membawanya kembali ke Gunung Sondara dan Sondari.
Banyak yang meyakini riwayat Rahwana dan ajian Rawa Rontek atau Pancasona ini adalah cerita rekaan pewayangan hasil gubahan Sunan Kalijaga.
Ajian Rawa Rontek dan Pancasona adalah sebagai gambaran dahsyatnya kekuatan jahat dalam diri Rahwana, namun akhirnya tetap kalah oleh kebenaran yang digambarkan pada sosok Sri Rama dan Hanoman.
Tak mengherankam jika hingga saat ini masih banyak orang yang tertarik untuk menguasai dan menguak misteri dari Ajian Pancasona dan Rawarontek ini.
Hingga kini, cukup banyak buku-buku tertentu yang ditulis ulang untuk menjabarkan tata cara menguasai ilmu tersebut. Kita juga bisa dengan mudah menemukan buku-buku yang dijual bebas dan memuat mantera juga ritual ilmu ini.
Sayangnya, Ritual ilmu Pancasona atau Rawarontek sendiri terbilang sangat berat karena diantaranya harus berpuasa hingga 40 hari 40 malam. Tentunya banyak dari kita yang lantas bertanya-tanya apakah Ajian Rawarontek dan Pancasona ini mitos ataukah fakta, atau mungkin juga hanya sekedar legenda?
Apapun itu, tentunya kisah ajian Rawa Rontek dan Pancasona adalah sebuah warisan karya budaya dari para leluhur, para empu, sastrawan dan pujangga di masa yang lampau yang harus dirawat dan dijaga.
Tuah Atau Manfaat Mustika Panca Soka
- Disegani dan dihormati semua orang
- Ditaati perintahnya
- Menjadi berwibawa
- Tidak gentar menghadapi apapun
- Tubuh keras seperti baja
- Lawan musuh menjadi tunduk dan tidak berdaya
- Menambah ilmu kebatinan
- Hidup lebih lama
- Dan Masih Banyak Lagi
- Mustika Pancasona memiliki ilmu kekebalan tingkat tinggi.
- Kebal Tusuk senjata tajam
- kebal sabet senjata tajam
- kebal senjata tajam
- kebal peluru
- kebal sileet
- kebal piasu
- kebal sabetan senjata tajam
- dan masih banyak kesaktiann lainnya lagi
Cara penggunaan Mustika Panca Soka : akan kami sertakan bersamaan pengiriman barangnya
Cara perawatan Mustika Panca Soka : akan kami sertakan bersamaan pengiriman barangnya
Mahar Mas Kawin Mustika Panca Soka Rp.150.000.000 KODE E-8
Cara Mendapatkan Mustika Panca Soka
Bagi saudara yang berminat silahkan saja langsung hub Abah Cakra Alam
Kirimkan SMS ke nomer yang telah kami sediakan dengan format seperti dibawah ini
Kode Barang yang di pesan :........
Nama Lengkap :…
Tgl Lahir :….
Alamat Lengkap :…
Kontak Website Abah Cakra Alam
Abah Cakra Alam :
Telephone : +62823 2277 1936
Sms : +62823 2277 1936
APAPUN YANG ANDA CARI, INSYA ALLAH ADA DISINI
ADA PERTANYAAN?? CHAT KAMI VIA WHATSAPP, TINGGAL KLIK GAMBAR APP WHATSAPP YANG BERWARNA HIJAU DI HANDPHONE ANDA.
Cara Perawatan Gaib Mustika Panca Soka
Perawatan Secara Gaib sangatlah mudah, cukup menyandingkan Minyak Perawatan Pusaka dan membuka penutupnya, jika anda mau oleskan itu lebih baik. Lakukan satu malam penuh setiap Malam Jumat Kliwon atau Malam Selasa Kliwon atau Setiap Tanggal Lahir anda (bisa pilih salah satu). Jika anda lupa memberi minyak tidak akan ada efek samping hanya energi Mustika kurang maksimal.
Cara Perawatan Fisik Mustika Panca Soka
Perawatan Secara Fisik tetap sangat dibutuhkan terutama bagi pecinta Batu Akik dan Batu Permata yang lebih mengutamakan keindahan Batu Mustika secara fisik. Cara Perawatan Batu Mustika dari segi fisik cucilah dengan air bersih setiap satu bulan sekali, lebih sering lebih baik. jangan menggunakan obat kimia, menggunakan sabun masih diperbolehkan, setelah dicuci keringkan dengan kain ekstra halus.
Pantangan Mustika Panca Soka
Dilarang menyembahnya karena hanya kepada Tuhan kita Wajib Menyembah, selebihnya karena proses mendapatkannya dengan jalan yang baik tanpa ada unsur perjanjian tumbal dengan para khodam dan para jin, maka mustika tersebut tidak ada pantangan sama sekali, bisa untuk semua agama, bisa dimiliki bagi yang Sudah atau Belum mempunyai pusaka.
Harga Mahar Mustika Panca Soka
Sangat terjangkau bukan karena mustika murahan, namun kami memaharkan mustika yang paling utama sebagai sarana menjalin silaturahmi dengan anda, dan tidak mengutamakan keuntungan semata. Karena itu kami persilahkan anda membandingkan dengan penjual lain, Insyaallah dari segi kualitas, pelayanan, harga mahar kami yang terbaik.
Efek Samping Mustika Panca Soka
Saat lupa dalam memberi minyak, terbawa ke toilet, satu tempat dengan pusaka lain dan sebagainya, sangatlah aman dan tidak ada efek samping negatif.